SMA Citra Nusa

SMA Citra Nusa

Consistensy, Improvement, Natural, Understanding, Smartnes

JAKARTA - Memasuki tahun ketiga pemerintahan Joko Widodo-Jusuf Kalla, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) terus memperluas akses pendidikan. Melalui Kartu Indonesia Pintar (KIP), pemerintah berupaya memberikan kesempatan sekolah kepada setiap anak Indonesia. 

Berdasarkan data per 11 November 2017, tahun ini pemerintah telah menyalurkan KIP sebanyak 13.496.634. Jumlah itu terbagi untuk di jenjang sekolah dasar (SD) sebanyak 7.778.963 anak, sekolah menengah pertama (SMP) sebanyak 3.244.134 anak, sekolah menengah atas (SMA) sebanyak 1.037.351 anak, dan jenjang sekolah menengah kejuruan (SMK) sebanyak 1.436.186 anak.

KIP ini diberikan tidak hanya kepada mereka yang keluarga miskin, tetapi juga menyentuh anak yatim piatu, anak penghuni panti asuhan, dan peserta didik nonformal. "Ini adalah upaya perwujudan bahwa negara harus memastikan setiap anak Indonesia mendapatkan haknya untuk mendapatkan pendidikan," kata Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Muhadjir Effendy saat konferensi pers Kilas Balik Kinerja Kemendikbud Tahun 2017 dan Rencana Kerja Tahun 2018 di Kantor Kemendikbud, Jakarta, Selasa (19/12/2017).

Mantan rektor Universitas Muhammadiyah Malang ini menjelaskan, kementerian berupaya agar bantuan sosial bagi anak tidak mampu ini bermanfaat bagi yang membutuhkan. Namun, di sisi lain juga perlu transparansi dan akuntabilitas. Karena itu, kementerian memberi KIP dalam bentuk simpanan pelajar yang dilengkapi dengan kartu ATM. Terobosan ini akan mendorong transaksi nontunai dan meningkatkan literasi dan inklusi keuangan di tingkat pelajar. 

"Kalau anak-anak punya rezeki, dengan ATM bisa buat tabungan juga dan tahun ini sudah 100% bisa dilaksanakan melalui nontunai," ujar dia.

Dia mengungkapkan, pada tahap awal pihaknya mengalami kesulitan dalam membuka akses penggunaan ATM pada siswa jenjang SD dan harus ada pendampingan dari orang tua. Namun, tak patah arang, Kemendikbud melakukan negosiasi dengan pihak Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dan bank.

Alhasil, saat ini siswa SD telah diperkenankan menggunakan ATM untuk memperoleh dana. Untuk mendukung program Revitalisasi Pendidikan Kejuruan dan Keterampilan, Kemendikbud telah melatih 12.750 guru untuk menjadi guru produktif dan merekrut 15.000 guru program keahlian ganda. Selain itu juga Kemendikbud telah bekerja sama dengan delapan kementerian dan 16 dunia usaha dan industri. Sebanyak 3.574 industri telah bekerja sama dengan SMK. 

Pengamat pendidikan UPI Said Hamid Hasan berpendapat, akses pendidikan masih belum baik dan tingkat drop out juga masih tinggi. Said melihat kebijakan pendidikan pemerintah belum jelas arah dan programnya sehingga masyarakat selalu diberi isu kontroversial yang menghabiskan banyak waktu, pikiran, dan energi. "Hal ini menunjukkan kebijakan pendidikan yang hit and run," kata dia. 

Menurut dia, kebijakan pendidikan belum mampu memenuhi hak warga negara mendapat pendidikan dan tidak diskriminatif. Keadaan ini membahayakan kehidupan bangsa pada masa depan sehingga bonus demografi akan menjadi musibah demografi. Konsekuensi lain dari kebijakan yang demikian, pendidikan karakter yang sedang dikembangkan dalam Kurikulum 2013 meng alami truncated atau pemeng galan karena hanya dinikmati oleh sebagian anak bangsa yang mendapat pendidikan dan terdidik di sekolah berkualitas.

Terkait problem guru, pemerintah belum memiliki pemhaman yang jelas antara kualifikasi dan kualitas. Hal ini menyebabkan pemerintah tidak mengakui kualifikasi yang sudah dikeluarkan. Guru yang sudah memiliki kualifikasi/akta dianggap tidak berlaku karena istilah bukan sertifikat dan diperoleh tidak melalui sistem pen didikan baru sehingga terjadi pemborosan dalam jumlah yang sangat besar.

Sementara itu, Wakil Ketua Komisi X DPR Abdul Fikri menyoroti tentang guru honorer K-2. Dia menyatakan, guru adalah ujung tombak pendidikan, sedangkan pemerintah sudah berulang menjanjikan guru honorer K-2 untuk diangkat menjadi PNS. "Tetapi faktanya sampai sekarang hanya pemberkasan," terang dia.

Menurut dia, jika sudah ada sejumlah guru honorer yang memenuhi syarat diangkat menjadi pegawai pemerintah dengan perjanjian kerja (PPPK), selayaknya segera diseriusi oleh pemerintah. Dia menambahkan, kebutuhan terhadap guru sampai sekarang sangat mendesak dengan pelarangan sekolah, dinas, bahkan pemerintah daerah mengangkat pegawai honorer sehingga rasio guru dan murid sangat tidak seimbang dan jauh dari standar nasional pendidikan.

Rabu, 27 Desember 2017 05:57

Kegiatan MPLS SMA Citra Nusa

 

Kepala SMA Citra Nusa, Pagi, di sela-sela kegiatan, mengatakan, Masa Pengenalan Lingkungan Sekolah, sebelumnya disebut Masa Orientasi Siswa (MOS) atau Masa Orientasi Peserta Didik (MOPD).

Kegiatan ini, merupakan sebuah kegiatan yang umum bersifat positif dilaksanakan di sekolah guna menyambut kedatangan para peserta siswa baru.

“Hampir seluruh sekolah negeri maupun swasta menggunakan cara itu untuk mengenalkan almamater pada peserta didik baru,” ujarnya.

Dijelaskan, kegiatan yang bertujuan agar para siswa baru lebih mengenal kehidupan lingkungan sekolah. Dan dapat segera menyatu dengan warga sekolah, sehingga siswa lebih cepat beradaptasi dengan kegiatan belajar mengajar disekolah.

Selain itu, siswa baru dapat mengetahui dan kewajibannya sebagai warga sekolah serta mampu berperan aktif dan bertanggung jawab dalam kehidupan sekolah.

Diharapkan, semoga setelah selesainya kegiatan MPLS ini, para siswa bisa memahami dan  melaksanakan tata kehidupan sekolah, seperti keamanan, kebersihan, ketertiban, keindahan, kekeluargaan serta kerindangan dan sopan santun serta saling menghormati dalam kebersamaan.

“MPLS ini juga dijadikan sebagai ajang untuk melatih ketahanan mental, disiplin tanpa adanya kekerasan serta mempererat tali persaudaraan,

JAKARTA, KOMPAS.com - Federasi Serikat Guru Indonesia (FSGI) memberikan catatan akhir tahun pendidikan di 2017.

Salah satunya yaitu, dari pengamatan kualitatif FSGI, kekerasan di dunia pendidikan terlihat semakin masif dan mengerikan sepanjang tahun ini.

Wakil Sekretaris Jenderal FSGI Satriawan Salim menyebutkan beberapa diantaranya yaitu siswa kelas 3 SD di Sukabumi bernama SR (9 tahun) yang tewas setelah terlibat perkelahian dengan temannya di belakang sekolah.

Meski berdasarkan autopsi, kematian SR bukan disebabkan pukulan temannya, namun pukulan tersebut mengakibatkan SR terjatuh dan pingsan.

"Karena SR memiliki sakit bawaan berupa pengentalan darah, maka posisi jatuh tersebut mengakibatkan darah yang kental tak bisa mengalir secara lancar," katanya dalam sebuah diskusi di LBH, Jakarta, Selasa (26/12/2017).

(Baca juga: Berkelahi dengan Temannya, Siswa SD di Sukabumi Tewas)

Satriawan menyebut kasus lain yang terjadi di Lombok Barat, di mana terjadi pemukulan terhadap sejumlah siswa yang kerap dilakukan oleh seorang guru.

Ironisnya, guru yang kerap melakukan pemukulan tersebut justru menjadi "andalan" kepala sekolah untuk "mendisiplinkan" siswa di sekolah itu.

Sejumlah video kekerasan juga sempat viral sepanjang 2017. Salah satunya yakni video yang memperlihatkan seorang guru yang menampar empat siswi di Maluku Tenggara Barat.

Kemudian ada video pemukulan siswa di Pontianak.

Kekerasan juga terjadi di luar sekolah, namun masih menyasar para pelajar. Pelakunya bahkan merupakan para senior dan alumni, seperti yang terjadi di kasus gladiator Bogor.

Kasus gladiator Bogor yang melibatkan siswa dan alumni dari SMA Budi Mulia dan SMA Mardiyuana tersebut menewaskan Hilarius.

(Baca juga: Maria Kisahkan Anaknya Dihajar Tanpa Ampun hingga Tewas dalam Duel ala Gladiator)

"Yang terakhir terjadi di Rumpin, yang menewaskan MRS karena luka bacok dan mengakibatkan korban meninggal kehabisan darah," ujar Satriawan.

FSGI menyayangkan masifnya kekerasan di dunia pendidikan. Menurut Satriawan, semestinya sekolah menjadi tempat yang aman baik bagi siswa maupun guru.

"Tapi ini terbalik. Sekolah menjadi tempat yang tidak aman, karena tidak hanya bullying tapi juga kekerasan fisik bahkan pembunuhan, itu terjadi di sekolah, bahkan pelakunya justru guru sendiri," kata dia.

Seharusnya, sekolah menjadi tempat yang aman sebagaimana analoginya sebagai rumah kedua.

Satriawan menyampaikan, FSGI pun memberikan masukan agar guru-guru diberi pelatihan cara mencegah dan menangani kekerasan di sekolah.

Pasalnya, menurut dia, banyak guru dan kepala sekolah yang gagap dalam menghadapi kekerasan di sekolah.

Selain itu, pemerintah diharapkan melakukan percepatan dan sosialiasi program sekolah ramah anak.

Sumber: http://nasional.kompas.com/read/2017/12/26/17513181/federasi-serikat-guru-2017-kekerasan-di-dunia-pendidikan-makin-masif

PEKANBARU - Sekolah Sawit Lestari yang keempat diluncurkan di Riau. Sekolah tersebut bertujuan memberikan pemahaman kepada siswa tentang pengelolaan kebun sawit. 

Tak hanya itu, sekolah tersebut juga diluncurkan untuk menyiapkan petani sawit generasi kedua yang akan mengelola kebun kelapa sawit secara berkelanjutan. 

Kegiatan tersebut bekerja sama dengan Sekolah Menengah Kejuruan Negeri (SMKN) 1 Pangkalan Kerinci.

Sekolah Sawit Lestari merupakan salah satu program tanggung jawab sosial perusahaan (corporate social responsibility/CSR) Asian Agri bekerja sama dengan lembaga-lembaga pendidikan formal di jenjang SD, SMP, SMA dan pemerintah daerah di sekitar perusahaan. 

Program Sekolah Sawit Lestari bertujuan memberi pengetahuan dan meningkatkan keahlian siswa lewat muatan lokal kepada para siswa dan orang tua seputar pengelolaan kelapa sawit yang berkelanjutan. 

Sekolah Sawit Lestari pertama kali diresmikan di Indonesia bekerja sama dengan SMAN 11 Batanghari, Jambi, pada 2016.

Wakil Bupati Pelalawan  Zardewan  mengapresiasi inisiatif Asian Agri berbagi kepada masyarakat, baik melalui bentuk pengetahuan maupun pembinaan. 

Hal tersebut dikatakannya sangat berguna bagi masyarakat Pelalawan yang warganya kebanyakan adalah petani kelapa sawit.  

“Perkebunan sawit ini selanjutnya akan diteruskan oleh anak-anak mereka,” ujar Zardewan saat peresmian Program Sekolah Sawit Lestari di Pangkalan Kerinci, Pelalawan, Riau, Selasa 19 Desember 2017.

Sementara itu Head of Sustainability Operation & CSR Asian Agri Welly Pardede mengatakan untuk menjadikan lingkungan perkebunan kelapa sawit yang lestari, pihaknya memulai dari pengetahuan di sekolah untuk dibagikan kepada siswa dan masyarakat.  

Dia pun berharap para siswa dapat mendukung orang tuanya untuk mengelola perkebunan lewat praktik terbaik. "Terlebih lagi meneruskan kebun sawit orang tua mereka dengan pengetahuan dan kemampuan yang mumpuni dan berwawasan lingkungan sebagaimana diuraikan dalam program Sekolah Sawit Lestari ini,” tutur Welly.
 
SMKN 1 Pangkalan Kerinci dipilih karena prestasi sekolah tersebut mampu memberikan pengaruh positif di lingkungan Kabupaten Pelalawan. 

Selain memiliki banyak siswa, SMKN 1 Pangkalan Kerinci juga mempunyai berbagai jurusan program studi. Beberapa di antaranya berfokus dalam bidang perkebunan.

Materi dalam Sekolah Sawit Lestari memuat ilmu dan pengetahuan dalam bentuk teori dan praktik pengelolaan perkebunan kelapa sawit yang berwawasan lingkungan.

Para siswa akan diajarkan secara langsung dalam hal menanam, merawat hingga memanen buah sawit secara optimal.

Kepala SMKN 1 Pangkalan Kerinci, Nurasia  menyampaikan dukungan sekolah terkait keberadaan muatan lokal dari Asian Agri mengenai kelapa sawit. 

Selama ini, kata dia, materi tentang kelapa sawit di sekolah hanya bersifat pengenalan. “Kami berharap program yang sejalan dengan program pemerintah yang menekankan pada keahlian praktikal ini dapat berguna dan bermanfaat bagi seluruh pihak,” kata Nurasia.

Sumber: https://nasional.sindonews.com/read/1267380/15/cetak-petani-andal-sekolah-sawit-lestari-diluncurkan-1513764585/13

Halaman 3 dari 5